Powered By Blogger

Kamis, 19 Januari 2012

PENDEKATAN BEHAVIORISTIK

PENDEKATAN BEHAVIORISTIK I. PENDAHULUAN Perilaku dapat dibedakan menjadi nyata (overt) dan tersembunyi (covert). Perilaku nyata pada dasarnya merupakan jelmaan dari perilaku tersembunyi. Pembagian ini penting artinya karena ada yang penelitiannya hanya dan terhenti pada perilaku nyata yaitu behaviorisme dengan stimulus responnya, seperti menyetel tv dengan dengan menekan knop (stimulus) dan gambar muncul di layar (respons) tanpa ingin tahu apa yang terjadi antara keduanya atau bagaimana terjadi. Seringkali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya sendiri berlebih atau ia kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil tingkah laku behavioral membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih. Dengan perkataan lain membantu klien agar tingkah lakunya menjadi adaptif dan menghilangkan yang maladaptif. Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan yang diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stress, asertivitas, berfungsi sebagai orang tua atau interaksi sosial. II. PEMBAHASAN 1. Pengertian Behaviorisme Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati. Dalam pembahasannya, Burrhus Frederic Skinner (1904-1990), menyebutkan bahwa para behvioist radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan. Pendirian deterministik mereka yang kuat berkaitan erat dengan komitmen terhadap pencarian pola-pola tingkah laku yang dapat diamati. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Terapi behavioral berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai dengan: (a) pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian-penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan masalah, (d) penaksiran objektif atas hasil terapi. 2. Karakteristik Perilaku Bermasalah Perilaku bermasalah dalam pandangan behaviorist dapat dimaknakan sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku yang salah penyesuaian terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Behaviorist memandang perilaku yang bermasalah adalah sebagai berikut: a. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. b. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah. c. Manusia yang bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. d. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar da juga tingkah laku tersebut juga dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar 3. Tujuan Pendekatan Behavioristik Tujuan umum terapi behaviorist ini menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik “learned”, maka ia bisa “unlearned” (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari. 4. Prosedur Konseling Behavioristik Tokoh aliran psikologi behavior John D. Krumboltz dan Carl Thoresen menempatkan dalam empat kategori, diantaranya: a. Belajar operan (operant learning), adalah belajar didasarkan atas perlunya pemberian ganjaran (reinforcement) untuk menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. b. Belajar mencontoh (imitative learning), yaitu cara dalam memberikan respons baru melalui menunjukkan atau mengerjakan model-model perilaku yang diinginkan sehingga dapat dilakukan oleh klien. c. Belajar kognitif (cognitive learning), yaitu belajar memelihara respons yang diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang lebih baik melalui instruksi sederhana. d. Belajar emosi (emotional learning), yaitu cara yang digunakan untuk mengganti respons-respons emosional klien yang tidak dapat diterima menjadi respons emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks (clasical conditioning). 5. Deskripsi Langkah-Langkah Konseling a. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkap kesuksesan atau kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian dan area masalahnya). Konselor mendodrong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu.assesment diperlukan untuk mengidentifiasi metode atau tehnik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah. b. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. c. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan tehnik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling. d. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan koonseling. e. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meningkatkan proses konseling. 6. Teknik-Teknik Spesifik Konseling Behavioral Teknik-teknik utamanya yang pertama adalah desentisisasi sistematik. Desentisisasi sistematik ini digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskannya itu. Yang kedua adalah terapi implosif. Terapi implosif ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan. Terapi ini berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan. Yang ketiga adalah latihan asertif. Terapi latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang (a) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, (b) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, (c) memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, (d) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya, dan (e) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikirannya sendiri. Yang keempat terapi aversi. Terapi ini menggunakan prosedur-prosedur aversif untuk mengendalikan anggotanya dan untuk membentuk tingkah laku individu agar sesui dengan yang telah digariskan. Dan yang kelima adalah pengondisian operan. Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. III. Kesimpulan Salah sumbangan penting dari terapi behavioristik adalah cara yang sistematik, metode-metode dan tehnik-tehnik terapeutiknya telah menjadi subjek bagi pengujian eksperimental. Para terapis ini melandaskan pendekatan mereka pada 3 variabel: pengenalan yang cermat atas tingkah laku yang maladaptif, prosedur-prosedur treatment, dan pengubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. IV. Penutup Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Dan akhirnya pemakalah mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan, baik dalam sistematika penulisan, isi dalam pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semuga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemkalah sendiri khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada umunya dalam kehidupan ini. Amin. DAFTAR PUSTAKA  Brennan, James F., Sejarah dan Sistem Psikologi, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2006  Burhanuddin, PARADIGMA PSIKOLOGI ISLAMI, Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004  Corey, Gerald, Teori Dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007  Latipun, Psikologi Konseling, Malang: Umm Press, 2006  Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008

PANDUAN INTERAKSI ANTARA PETUGAS ROHIS DENGAN PASIEN (DEWASA MADYA)

PANDUAN INTERAKSI ANTARA PETUGAS ROHIS DENGAN PASIEN (DEWASA MADYA) DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH : Komunikasi Antar Pribadi Dan Kelompok DOSEN PENGAMPU : Mrs. Widayat Mintarsih, Hj., M. Pd DISUSUN OLEH NUR SYAFITRI RAMADHANI (091111043) JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ALISONGO SEMARANG 2012 A. TAHAP PRA INTERAKSI o Data Tentang Pasien Nama Pasien : Sri Purwati Jenis Kelamin : Perempuan Usia : + 57 Tahun Alamat : Sapta Marga, Semarang Agama : ISLAM Jenis Penyakit : Asam Urat, Kolestrol Tinggi, Stroke Lama Inap : 1 Minggu Lama Menderita : Asam Urat, Kolestrol Tinggi Sekitar 2 Tahun dan Stroke sekitar 2 Bulan Tentang Pasien : Pasien ini sudah lama menderita penyakit asam urat dan kolestrol tinggi sekitar 2 tahun. 2 tahun yang lalu, pasien ini sudah pernah berada di Rumah Sakit ini dengan penyakit asam urat dan kolestrol tinggi. Menginap selama + 5 hari dan selebihnya hanya kontrol dan rawat jalan. Dan kini kembali menginap di Rumah Sakit dikarenakan stroke. Stroke yang dialami pasien berawal dari pasien mendengar berita kematian anak pertamanya yang meninggal dikarenakan hipertensi setalah melahirkan anak pertama (cucu dari pasien). Kemudian dilihat dari sikap keluarga pasien (suami, anak, dan menantu) tampak terlalu sibuk dan jarang menemani pasien. o Eksplorasi Perasaan Pasien Pasien ini mengalami kesedihan yang berlarut-larut (depresi) karena kematian anaknya tersebut. Pasien ini juga nampak butuh perhatian orang-orang disekitarnya. o Rencana Pertemuan Dengan Pasien Pertemuan antara petugas Rohis dengan pasien adalah saat waktu berkunjung petugas Rohis dengan pasien pasien di Rumah Sakit. B. TAHAP ORIENTASI Tahap orientasi dilaksanakan pada awal pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan tahap orientasi adalah mengevaluasi kondisi pasien, memvalidasi rencana yang telah Perawat buat sesuai dengan keadaan pasien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama pasien. a. Memberi salam Assalamu’alaikum/selamat pagi/siang/sore/malam Tuti. b. Memvalidasi dan mengevaluasi keadaan pasien Bagaimana perasaan Tuti hari ini?atau Coba Tuti ceritakan perasaannya hari ini! C. TAHAP KERJA Dalam tahap kerja ini rohis mendasarkan pada teori perbandingan sosial. Festinger menyebutkan bahwa teori perbandingan sosial adalah proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain. Masing-masing orang memiliki konsep diri yang berbeda-beda sehingga menyebakan dirinya melakukan perbandingan diri dengan orang lain. Gejala ini disebut sebagai perbandingan sosial. Perbandingan sosial terjadi manakala orang merasa tidak pasti mengenai kemampuan pendapatnya maka meraka akan mengevaluasi diri mereka melalui perbandingan orang lain yang sama. Perbandingan sosial merupakan proses otomatis dan spontan terjadi. Umumnya motif yang dilakukan manusia dalam melakukan perbandingan sosial adalah untuk mengevaluasi diri sendiri, memperbaiki diri sendiri dan meningkatkan diri sendiri. Manusia dalam melakukan perbandingan sosial berlaku dalil umum sebagai berikut : • Persamaan (similarity hypothesis) : artinya manusia melakukan perbandingan dengan orang-orang yang sama dengan dirinya (laterla comparison) atau yang sedikit lebih baik dan umumnya manusia tersebut berjuang untuk menjadi lebih baik. • Dikaitkan dengam atribut (related atribut hypothesis) : artinya manusia melakukan perbandingan dengan melihat usia, etnis dan jenis kelamin yang sama • Downward comparison : manusia kadang membandingkan dirinya dengan orang yang lebih buruk dari dirinya. Umumnya ini dilakukan untuk mencari perasaan yang lebih baik atau mengabsahkan diri sendiri (self validating). Disini muncul dalil bahwa manusia kadang tidak objektif dalam melakukan perbandingan sosial. (Sarwono, 2004: 102) • Hari Pertama (Orientasi) PELAKU VERBAL NON VERBAL ROHIS Assalamu’alaikum Bu Purwati. Ramah, Masuk dalam ruangan dan berjalan mendekati pasien yang posisinya sedang berbaring miring PASIEN Wa’alaikumussalam Tanpa Ekspresi dan tanpa merubah posisi tidurnya. ROHIS Bu, saya Rara. Petugas Rohis di Rumah Sakit ini. Kedatangan saya ingin membantu ibu dan pasien yang lain. Tugas saya juga mendoakan orang yang sedang sakit. Sedikit merunduk ke arah pasien. PASIEN Masih tanpa ekspresi dan tidak menjawab ROHIS Apakah ibu berkenan jika saya berada disini membantu untuk proses penyembuhan ibu? PASIEN Oh iya mbak. ROHIS Apa yang sedang ibu rasakan sekarang? PASIEN Sakit Sambil menggerak-gerakan kakinya ke ranjang. ROHIS Ooh. Sebelah sini ya bu sakitnya.. Memegang kaki pasien smbil sedikit memijit kakinya. PASIEN Heem mbak Masih menggerak-gerakkan kakinya menggambarkan bahwa kakinya sakit. • Hari Pertama (Tahap Kerja) PELAKU VERBAL NON VERBAL ROHIS Ini sakitnya Cuma sebentar bu, gak akan lama. Obatnya diminum terus kan bu? PASIEN Mengangguk ROHIS Bagus itu bu. Jangan sampai telat ya bu. Kalau ibu rajin minum obat, nanti sakitnya pasti kapok deketin ibu lagi. Nah, ibu juga harus yakin pasti sembuh. Berdoa sama Allah. Allah pasti akan bantu ibu. Memotivasi pasien, masih sambil memijit kaki pasien PASIEN Iya mbak. Mengangguk ROHIS Nah, coba sekarang sambil digerak-gerakan kakinya bu. PASIEN Sakit mbak. ROHIS Ya sudah kalau begitu, nanti kalau sudah berkurang sakitnya sambil digerakkan kakinya ya bu, agar tidak kaku. PASIEN Iya mbak. ROHIS Sekarang sambil saya doakan ya bu. Ibu mau berdoa dengan saya? PASIEN Saya gak bisa berdoa mbak. Agak terbata. ROHIS Gak papa bu, doa dalam hati saja nanti sebisa ibu, sekarang coba baca أسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمِ, cukup itu saja bu. Insya Allah sakitnya cepat hilang. PASIEN Aaass ttaaag ROHIS Saya bantu ya bu, أسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمِ PASIEN أسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمِ Sambil terbata-bata ROHIS Sekarang kita baca sama-sama ya bu, أسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمِ Membaca bersama pasien PASIEN أسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمِ ROHIS Nah, sekarang ibu sambil membaca istighfar, saya akan membacakan doa untuk ibu agar cepat sembuh. Kemudian Rohis membacakan surat Al Ikhlas, Al Falaq, An Naas, dan Al Faatihah Kemudian ditiupkan ke telapak tangan dan diusapkan ke kaki pasien. PASIEN أسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمِ ROHIS Sudah bu, nanti jangan lupa kalau sudah tidak terlalu sakit digerakkan kakinya, obatnya diminum terus ya bu, istighfarnya juga sering dibaca. Mengelus bahu pasien PASIEN Iya mbak, makasih ya mbak ROHIS Sama-sama bu, kalau begitu saya pamit dulu ya bu. Assalamu’alaikum. PASIEN Wa’alaikumussalam • Hari Kedua (Orientasi) PELAKU VERBAL NON VERBAL ROHIS Assalamu’alaikum Bu Purwati Ramah, Masuk dalam ruangan dan berjalan mendekati pasien yang posisinya sedang berbaring miring PASIEN Wa’alaikumussalam Agak merubah posisi tidurnya. ROHIS Saya Rara bu, masih ingat saya kan bu? Ramah PASIEN Oh, iya mbak Rara. Tersenyum ROHIS Bagaimana keadaan ibu saat ini? Masih seperti kemaren atau sudah ada sedikit perubahan? PASIEN Alhamdulillah mbak, sudah berkurang sedikit. Tapi ya masih sakit. Agak merintih ROHIS Bertahap ya bu, ibu kan orangnya sabar, pasti akan lekas sembuh. Memotivasi PASIEN Iya mbak, saya juga berdoa. ROHIS Alhamdulillah. saya senang sekali mendengarnya. Semoga Allah mendengar doa ibu yah. • Hari Kedua (Tahap Kerja) PELAKU VERBAL NON VERBAL ROHIS Bu, berbagai penyakit itu bisa disembuhkan dengan sholat dan berdzikir kepada Allah. Banyak orang yang sakitnya lebih parah dari ibu, namun karena semangat untuk sembuhnya tinggi, kemudian mereka sholat dan berzikir. akhirnya sembuh total dan bisa bekerja kembali. Pelan, penerapan teori perbandingan sosial. PASIEN Apa iya mbak? Seperti tidak percaya. ROHIS Iya bu, ketika mereka sakit, sholatnya dengan berbaring, nah, ibu sekarang sudah sholat dzuhur belum? Kalau belum biar saya bantu sholatnya. Mengajak PASIEN Belum mbak, sudah lupa cara sholat. Lama gaak sholat. ROHIS Tapi ibu mau sholat kan bu pastinya? Memperjelas PASIEN Iya mbak, tapi gimana sholatnya. Gak bisa sholat. Agak pesimis ROHIS Pasti nanti juga bisa. Ibu kan sudah punya niatan yang bagus. Nanti saya bantu bu, saya beri bacaan sholat juga. bagaimana? PASIEN Iya mbak, mau sholat. ROHIS Saya bantu tayamum ya bu. PASIEN Bertayamum ROHIS Sekarang ibu sholat dengan membaca bacaan ini ya bu. PASIEN Apa boleh mbak.? ROHIS Boleh saja bu, yang gak boleh kalau tidak sholat. Kemudian setelah pasien sholat, Rohis memberi lembaran doa kepada pasien dan mengajak pasien berdoa bersama Rohis. ROHIS Bu, ini saya beri lembaran doa. Sekarang kita doa bersama-sama ya bu. Nanti ibu bisa baca sendiri sewaktu-waktu. PASIEN Iya mbak • Hari Ketiga (Orientasi) PELAKU VERBAL NON VERBAL ROHIS Assalamu’alaikum Bu Pur. Ramah, Masuk dalam ruangan dan berjalan mendekati pasien yang posisinya sedang berbaring miring PASIEN Wa’alaikumussalam, Mbak Rara ya,. Menyambut ramah dengan senyuman. ROHIS Iya bu, wah ibu sudah kenal suara saya rupanya. Bagaimana keadaan ibu saat ini? Kelihatannya semakin membaik. PASIEN Alhamdulillah mbak, tapi kakinya masih sulit digerakkan. ROHIS Jangan khawatir bu, nanti kalau sudah bisa digerakkan, ibu bisa mengalahkan atlet pelari nasional loh. Memotivasi dengan humor PASIEN Ah, mbak ini bisa saja. • Hari Ketiga (Tahap Kerja) PELAKU VERBAL NON VERBAL ROHIS Tadi yang nungguin anak perempuannya ya bu. PASIEN Iya mbak, menantu. Anak perempuan saya sudah meninggal. Menangis ROHIS Innalillahi. Saya turut berduka bu. Ibu yang sabar ya. Kita doakan agar anak ibu diterima disisi Allah. Amin. Mengelus bahu pasien PASIEN ROHIS Sabar ya bu. Allah punya rencana lain dibalik kejadian ini. Nanti ibu akan dipertemukan disurga dengan anak ibu. Amin. Itu jauh lebih enak, indah, dan kekal bu. PASIEN Amin mbak. Makasih mbak makasih ROHIS Sama sama bu, ibu jangan sedih ya ibu berdoa saja pada Allah PASIEN Anak saya menikah dengan orang Sukabumi mbak. Dari keluarga laki-laki gak boleh pulang. ROHIS Iya bu, saya mengerti dan bisa merasakan ibu dengan anak ibu. Lalu bagaimana bu? PASIEN Anak saya hamil dan melahirkan cucu laki-laki. Seminggu setelahnya meninggal karena hipertensi. Saya belum pernah lihat cucu laki-laki saya mbak. Dibawa keluarga laki-laki. Aku pingin gendong. ROHIS PASIEN Aku pingin gendong cucuku mbak ROHIS Iya bu. Nanti kalau ibu sembuh pasti bisa. Ibu sekarang berusaha untuk sembuh dulu biar bisa ketemu cucu ibu. PASIEN Ketemu gimana mbak? Apa bisa? ROHIS Pasti bisa bu. Ibu yakin kan pada Allah, kalau ibu nanti sembuh, nanti di komunikasikan dengan besan ibu. Mana mungkin mereka membiarkan ketulusan dan keinginan ibu? PASIEN ROHIS Sekarang harus semangat untuk sembuh ya bu. PASIEN Iya mbak. ROHIS Sekarang kita berdoa ya bu. PASIEN Iya mbak. D. TAHAP TERMINASI • Evaluasi Evaluasi pada hari pertama kunjungan pasien, pada awalnya pasien tidak terbuka dengan Rohis. Pasien merasakan betapa sakit kakinya. Dan Rohis memberi motivasi kepada pasien serta mendoakan pasien agar cepat sembuh. Dari perhatian yang rohis berikan, pasien mulai membuka dirinya. Dengan sikap pasien yang sudah membuka dirinya dengan Rohis, rohis merasa telah dipercaya dan harus menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh pasien. Pada hari kedua, Rohis kembali datang dan menanyakan keadaan pasien, pasien nampak senang dengan kedatangan Rohis. Pada hari yang kedua Rohis mulai mengajak pasien melakukan sholat meski sedang sakit. Awalnya pasien nampak ragu, namun ia mau untuk melakukannya. Dan pada hari ketiganya, pasien mau menceritakan hal yang membuat dirinya sedih dan jatuh stroke. Dari sini, Rohis menjadi tahu apa yang menjadi tahu bahwa pasien ini juga kurang mendapat perhatian dari keluarganya. Rohis pun keudian membei motivasi dan meyakinkan pasien bahwa segala masalahnya akan dapat teratasi. • Kesimpulan Setiap manusia pasti membutuhkan orang lain, dan naluri setiap orang ingin dimengerti orang lain dan ingin diperhatikan oleh orang yang ada di sekitarnya. Apalagi seorang pasien yang sedang menderita suatu penyakit. Dia membutuhkan orang yang perhatian dan bisa menjadi semangat agar lekas sembuh. Sakit yang di derita oleh seseorang akan cepat sembuh jika semangat dalam diri pasien itu ada. Dan pasien yakin bahwa dirinya akan sembuh. Hal ini dapat dijadikan sugesti untuk kesembuhan seseorang yang sakit. Rohis sendiri harus bisa membaca situasi dan menyesuaikan diri dengan pasiennya. Apabila rohis sudah mampu menyesuikan diri dengan pasiennya dan pasien tersebut merasa nyaman, maka hal ini akan menjadi kedekatan dan hubungan komunikasi yang baik. Ini juga akan mempermudah rohis dalam pekerjaannya membantu proses penyembuhan pasien. E. PENUTUP Demikianlah rangkaian interaksi yang dapat saya sampaikan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan tulisan ini dan selanjutnya. Dan akhirnya penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan, baik dalam sistematika penulisan, isi dalam pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada umunya dalam kehidupan ini. Amin.

BERFIKIR, BAHASA DAN BELAJAR

BERFIKIR, BAHASA DAN BELAJAR A. PENDAHULUAN Awalnya orang beranggakan bahwa berpikir itu ditentukan oleh anggapan, karena menurut mereka proses berpikir semata-mata merupakan pertautan tanggapan-tanggapan secara mekanis, sehingga orang yang berfikir itu sifatnya pasif. Namun pada era psikologi sekarang, orang yang berpikir sebenarnya tidak diam (pasif) tetapi jiwanya juga aktif berusaha untuk memecahkan suatu permasalahan. Oleh karena itu, pada era ini orang yang berfikir lebih tepat dikatakan dinamis Perubahan tingkah laku suatu kegiatan disebut belajar, jika dengan kegiatan itu sang pelaku mengalami perubahan tingkah laku. Jika dia tidak mengalami perubahan tingkah laku, berarti dia belum (atau tidak) belajar. Berfikir, bahasa dan belajar berperan penting dalam perubahan tingkah laku manusia. Manusia tidak akan dapat berfikir tanpa adanya bahasa. Ketiganya berkaitan dalam membentuk perilaku dan pribadi manusia secara utuh. Di dalam makalah ini dijelaskan mengenai apa itu berfikir, bahasa, dan belajar agar dapat dipahami kaitannya terhadap perubahan tingkah laku manusia. B. PERMASALAHAN 1. Apakah pengertian berfikir, bahasa, dan belajar? 2. Bagaimana hubungan berfikir, bahasa, dan belajar dikaitkan dengan perubahan perilaku seseorang? C. PEMBAHASAN 1. Pengertian Berfikir, Bahasa, dan Belajar a. Pengertian Berfikir Menurut M Alisuf Sabri dalam bukunya "Pengantar Psikolgi Umum dan Perkembangan", orang berpikir untuk: 1. Melakukan kegiatan kearah penyelesaian suatu problem/ persoalan 2. Melakukan pemecahan persoalan dengan menggunaan pengalaman- pengalaman yang pernah ada pada diri kita 3. Berfikir merupakan suatu akta psikis yang dinamis, dimana individu yang merupakan penggerak prosesnya 4. Berfikir merupakan suatu kegiatan psikis yang bersifat perlambangan Namun selain itu, berpikir juga merupakan: 1. Pembentukan konsep 2. Orang berfikir karena adanya rasa ingin tahu 3. Adanya proses kognitif dalam berpikir 4. Untuk menemukan sesuatu yang baru 5. Membuat hubungan yang satu dengan yang lainnya Secara umum, berpikir dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk menghubung-hubungkan (asosiasi) sesuatu dengan sesuatu yang lainnya untuk memecahkan suatu persoalan atau permasalahan. Menghubung-hubungkan disini merupakan menghubungkan sesuai dengan yang kita inginkan dan faktor psikologisnya dimana hubungannya diputuskan pada saat berpikir. Hasil dari menghubung-hubungkan antara lain: memecahkan masalah, gagasan-gagasan, idea-idea. b. Pengertian Bahasa Menurut Wibowo, bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Hampir senada dengan pendapat Wibowo, Walija, mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain. Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin, beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan. Pemakaian bahasa memiliki dua aspek: produksi dan pemahaman. Dalam memproduksi bahasa, kita mulai dengan pikiran proposisional, dengan suatu cara mentranslasikannya ke dalam kalimat, dan berakhir dengan suara yang mengekspresikan kalimat. Jadi, pemakaian bahasa tampaknya melibatkan pergerakan melalui berbagai tingkat. Tahap-tahap pemerolehan bahasa dimulai sejak anak-anak , yaitu: a) Pra-ujaran Banyak hal penting yang berlangsung bahkan sebelum anak mengucapkan satu kata pertamanya. Kanak-kanak belajar memperhatikan ucapan, memperhatikan intonasi, dan irama (rhythm) ucapan jauh sebelum ia mulai berbicara. Kanak-kanak menanggapi ucapan lebih teliti dari pada bunyi lain. b) Masa Mengoceh Tahap ini mulai dalam umur beberapa bulan. Berbentuk ujaran tidak jelas (ocehan). Banyak di antara ujaran tersebut tidakk digunakan pada bahasanya tapi ada pada bahasa-bahasa lainnya. c) Masa Satu Kata Kanak-kanak mungkin mengucapkan kata pertama mereka beitu umur 9 bulan: biasanya kata mama, da-da (kata-kata ini mirip dengan ocehannya sewaktu berada pada masa mengoceh). Anak tuli yang orang tuanya menggunakan bahasa isyarat mulai melakukan isyarat satu katanya sewaktu berumur sekitar 8 bulan. d) Masa Menggabungkan Kata-kata (18 bulan-2 tahun) Dalam satu setengah tahun kebanyakan anak-anak berbicara dengan kalimat yang terdiri dari beberapa kata, tapi gramatika mereka jauh dari sempurna. Masa ini secepatnya berkembang maju menjadi apa yang diistilahkan masa kelima dan terakhir pemerolehan bahasa. e) Masa Panik Besar Merupakan masa terakhir pemerolehan bahasa kanak-kanak mulai dari umur dua tahun sampai selanjutnya sekitar enam tahun saat mana gramatika kanak-kanak telah mendekati garamatika orang dewasa. c. Pengertian Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli : • Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. • Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”. • Crow & Crow dan (1958 ) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”. • Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adnanya respons terhadap sesuatu situasi” • Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”. • Gage & Berliner (1970): “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman” 2. Hubungan Berfikir, Bahasa, dan Belajar Dikaitkan dengan Perubahan Perilaku Berfikir adalah daya paling utama dan merupakan ciri yang khas yang membedakan manusia dari hewan. Manusia dapat berfikir karena manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak. Bahasa hewan bukanlah bahasa seperti yang dimiliki manusia. Bahasa hewan adalah bahasa instink yang tidak perlu dipelajari dan diajarkan. Bahasa manusia adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Karena memiliki dan mampu berbahasa maka manusia berfikir. Bahasa adalah alat yang terpenting bagi berfikir. Tanpa bahasa manusia tidak dapat berfikir. Karena eratnya hubungan antara bahasa dan berfikir itu, Plato pernah mengatakan dalam bukunya Sophistes “berbicara itu berfikir yang keras (terdengar) dan berfikir itu adalah berbicara batin”. Proses berfikir memiliki peranan penting dalam proses belajar. Kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku , yaitu : 1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan. 2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”. 3. Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru. 4. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru. 5. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya. 6. Perubahan yang bersifat pemanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut. 7. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. 8. Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”. Menurut Gagne dalam buku “Psikologi Kependidikan” karangan Abin Syamsuddin Makmun, perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk : 1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya. 2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. 3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran. 4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. 5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik. Sementara itu, Moh. Surya mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam : 1. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. 2. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. 3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar. 4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat. 5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). 6. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan. 7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir). 8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu). 9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya. D. KESIMPULAN Telah dijelaskan di atas kaitan antara berfikir, bahasa, dan belajar dengan perubahan perilaku. Dimana berfikir tak dapat dilakukan tanpa adanya bahasa, dan belajar tak dapat dilakukan tanpa keduanya untuk merubah perilaku seseorang. Perubahan perilaku dari hasil belajar diantaranya: perubahan yang disadari dan disengaja (intensional), perubahan yang berkesinambungan (kontinyu), perubahan yang fungsional, perubahan yang bersifat positif, perubahan yang bersifat aktif, perubahan yang bersifat pemanen, perubahan yang bertujuan dan terarah, serta perubahan perilaku secara keseluruhan. E. PENUTUP Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Dan akhirnya pemakalah mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan, baik dalam sistematika penulisan, isi dalam pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada umumnya dalam kehidupan ini. Amin. DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Rita L. dkk, 1997, Pengantar Psikologi, Batam: Interaksara. Azhari, Akyas, 2004, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: PT Mizan Publika Makmun, Abin Syamsudin, 2007, Psikologi Kependidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Purwanto, Ngalim, 2006, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sabri, M. Alisuf, 1993. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya Syakur, Nazri, 2008, Proses Psikologik dalam Pemerolehan dan Belajar Bahasa, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Syamsuddin, A.R, 1986.Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. Syaodih S, Nana. 2003, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press. Wibowo, Wahyu, 2001, Manajemen Bahasa, Jakarta: Gramedia.

MAKALAH PENGUKURAN KEPRIBADIAN

PENGUKURAN KEPRIBADIAN MAKALAH DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH : Pemahaman Individu DOSEN PENGAMPU : Mrs. Dra. Maryatul Qibtiyah, M. Pd DISUSUN OLEH : NUR SYAFITRI RAMADHANI (091111043) SISKA ARIFATUN (091111064) JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011 I. PENDAHULUAN Dalam dunia pendidikan kita sebagai seorang calon konselor/ penyuluh sosial sebaiknya mengerti tentang kepribadian diri kita sendiri dan kepribadian pasien/ klien. Sebab hal ini merupakan sebuah pijakan yang baik untuk mengawali suatu proses pembelajaran yang baik juga. Pada dasarnya kepribadian dari diri seseorang merupakan suatu cerminan dari kesuksesan. Seseorang yang mempunyai kepribadian yang unggul adalah seseorang yang siap untuk hidup dalam kesuksesan. Sebab dalam kepribadian orang tersebut terdapat nilai-nilai positif yang selalu memberikan energi positif terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan. Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian yang rendah adalah seseorang yang selalu dilingkupi dengan kegagalan. Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan kepribadian ini sulit diukur dibanding dengan kecakapan maupun kecerdasan. Kemampuan untuk mengukur dan mengenal kepribadian manusia tergantung kepada masing-masing individu. II. PERMASALAHAN a. Apakah kepribadian itu? b. Apakah yang dimaksud dengan tes kepribadian dan apa gunanya? c. Bagaimana cara mengukur kepribadian? d. Apa saja macam-macam tes kepribadian? III. PEMBAHASAN A. Pengertian Kepribadian Kepribadian sering disebut juga personality. Istilah personality berasal dari kata latin “persona” yang berarti topeng atau kedok, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Bagi bangsa Roma, “persona” berarti bagaimana seseorang tampak pada orang lain. Sedangkan personality menurut Kartini Kartono adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendiriran, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang; segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain. Allport juga mendefinisikan personality sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain. B. Tes Kepribadian Serta Kegunaannya Tes kepribadian adalah tes untuk mengungkapkan sifat-sifat, aspek-aspek, maupun ciri-ciri keprbadian seseorang. Tes kepribadian ini sangat langka di Indonesia walaupun perintisannya sudah agak lama dimulai. Pemberian tes kepribadian di sekolah-sekolah pada umumnya masih banyak mengalami kesulitan, sehingga perlu minta bantuan dari pihak atau petugas ahli dalam bidang tersebut. Pemberian tes kepribadian dalam rangka kegiatan bimbingan dan konseling akan berguna: a. Untuk kepentingan seleksi. b. Untuk kepentingan jurusan c. Untuk kepentingan diagnostik d. Untuk kepentingan bimbingan jabatan e. Berfungsi sebagai katarsis (khususnya tes proyektif). C. Cara Mengukur Kepribadian Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan dari (self-report) kuesioner kepribadian (untuk sifat khusus) atau penelusuran kepribadian seutuhnya (personality inventory, serangkaian instrumen yang menyingkap sejumlah sifat). Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki kepribadian. Berikut ini adalah beberapa diantaranya : 1. Observasi Direct Observasi direk berbeda dengan observasi biasa. Observasi direk mempunyai sasaran yang khusus , sedangkan observasi biasa mengamati seluruh tingkah laku subjek. Observasi direk memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu. Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya.Ada tiga tipe metode dalam observasi direk yaitu: a. Time Sampling Method Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek diselidiki pada periode waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin sekadar muncul tidaknya respons, atau aspek tertentu. b. Incident Sampling Method Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi. Laporan observasinya mungkin berupa catatan-catatan dari Ibu tentang anaknya, khusus pada waktu menangis, pada waktu mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut hal-hal yang menjadi perhatian adalah tentang intensitasnya, lamanya, juga tentang efek-efek berikut setelah respons. c. Metode Buku Harian Terkontrol Metode ini dilakukan dengan cara mencatat dalam buku harian tentang tingkah laku yang khusus hendak diselidiki oleh yang bersangkutan sendiri. Misalnya mengadakan observasi sendiri pada waktu sedang marah. Syarat penggunaan metode ini, antara lain, bahwa peneliti adalah orang dewasa yang cukup inteligen dan lebih jauh lagi adalah benar-benar ada pengabdian pada perkembangan ilmu pengetahuan. 2. Wawancara (Interview) Menilai kepribadian dengan wawancara (interview) berarti mengadakan tatap muka dan berbicara dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam psikologi kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis wawancara, yakni: a. Stress interview Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh mana seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang dapat mengganggu emosinya dan juga untuk mengetahui seberapa lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan emosinya setelah tekanan-tekanan ditiadakan. Interviewer ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu yang mudah, kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih sukar. b. Exhaustive Interview Exhaustive Interview merupakan cara interview yang berlangsung sangat lama; diselenggarakn non-stop. Cara ini biasa digunakan untuk meneliti para tersangka dibidang kriminal dan sebagai pemeriksaan taraf ketiga. 3. Tes proyektif Cara lain untuk mengatur atau menilai kepribadian adalah dengan menggunakan tes proyektif. Orang yang dinilai akan memprediksikan dirinya melalui gambar atau hal-hal lain yang dilakukannya. Tes proyektif pada dasarnya memberi peluang kepada testee (orang yang dites) untuk memberikan makna atau arti atas hal yang disajikan; tidak ada pemaknaan yang dianggap benar atau salah. Jika kepada subjek diberikan tugas yang menurut penggunaan imajinasi, kita dapat menganalisis hasil fantasinya untuk menguur cara dia merasa dan berpikir. Jika melakukan kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan dirinya, memantulkan (proyeksi) kepribadiannya untuk melakukan tugas yang kreatif. D. Macam-Macam Tes Kepribadian Tes kepribadian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) Tes non-proyektif, dan (2) tes proyektif. (1) Tes non-proyektif, yaitu tes kepribadian yang disusun dengn tidak mempertimbangkan adanya proyeksi. Yang termasuk tes non-proyeksi, antara lain: a) Tes Kepribadian (ARES) Yaitu tes kepribadian untuk mengungkap aspek kepercayaan diri, tanggung jawab, kestabilan emosi, dan hubungan sosial. b) Tes L & TW (Leadership dan Team Work) Tes L & TW digunakan untuk mengungkap aspek sikap, kepemimpinan, dan kerjasama. c) Tes Wiggly Block Tes kepribadin yang berbentuk potongan balok, untuk mengungkap aspek reaksi kerja, sistematika kerja, ketenangan kerja, kecepatan kerja dan hasil kerja. d) Tes EPPS Tes EPPS diciptakan oleh Allen L. Edwards pada tahun 1953. Tes Edwards Personal Preference Schedule (EPPS) adalah tes kepribadian yang mengukur tingkat individu dalam 15 kebutuhan dan motivasi umum. Dalam tes EPPS ini tak ada jawaban yang benar dan jawaban yang salah. Namun hanya merupakan tes yang mengetahui tipe-tipe motivasi, kebutuhan dan kesukaan pribadi. Dalam dunia kerja tes EPPS ini dipergunakan untuk mengetahui karakter masing-masing karyawan ataupun calon karyawan sehingga perusahaan dapat menempatkannya pada bidang yang tepat sehingga kelebihan dan kemampuannya dapat dioptimalkan. e) Tes Kraeplin Tes kraepelin merupakan tes yang sering digunakan dalam rekruitment karyawan. Bagi anda yang pernah mengikuti tes kerja, tentunya anda pernah melakukannya. Dimana anda disuguhi lembaran kertas yang penuh berisi angka-angka dan anda diminta menjumlahkan angka diatas atau dibawahnya yang berdekatan dalam satu kolom dan menulis hasilnya di antara angka tersebut, kemudian sesuai dengan waktu yang telah ditentukan tester atau penguji akan meminta anda melanjutkan ke kolom selanjutnya sampai waktu tes berakhir. Sebelum membahas lebih jauh, baiknya kita mengetahui contoh dan sejarah alat tes psikologi tersebut. (2) Tes proyektif, yaitu tes yang disusun atas dasar penggunaan mekanisme proyeksi. Penugasan terhadap pelaku tes (testee) adalah proyekssi yang bersifat tak berstruktur yang memungkinkan aneka ragam jawaban sehingga kehidupan awal seseorang bisa bergerak sebebas mungkin. Yang termasuk Tes Proyektif adalah: a. Tes Rorschach Diciptakan pada tahun 1921 oleh Herman Rorschach, seorang psikiatris. Rorschach membuat standar kartu – kartu yang ada dari pasien di rumah sakit. Ada 10 kartu yang terpilih di antara ratusan kartu yang di ujicobakan. Rorschach adalah orang pertama yang menerapkan noda tinta pada penyelidikan diagnostik atas kepribadian secara keseluruhan. Dalam pengembangan teknik ini, rorschach bereksperimen dengan sejumlah besar noda tinta, yang ia uji cobakan pada berbagai kelompok psikiatrik yang berbeda. Tes rorschach adalah sebuah tes psikologi dimana subjek mempersepsikan bercak tinta dan kemudian dilakukan analisa atau di interpretasi psikologi. Beberapa psikolog menggunakan test ini untuk memeriksa kepribadian seseorang. Test ini banyak digunakan untuk kasus – kasus dimana pasien tidak ingin menggambar proses terbuka. Tahun 1960 test rorschach menjadi kurang dihargai sebagai instrumen psikometris. Para peneliti sadar bahwa mereka mulai dihambat oleh kesulitan inheren dalam metode itu sendiri misalnya, kemungkinan variasi dalam jumlah total respon, pengaruh dari efek penguji dan saling ketergantungan skor – skor serta juga perkembengan sistem penetu skor. Orang ccenderung menggunakan data test rorschach dengan cara mereka sendiri. b. Tes Menggambar (Wartegg) Tes Wartegg adalah tes kepribadian dan terutama bertujuan memperoleh insight mengenai struktur kepribadian yang diselodiki dan dinyatakan ke dalam istilah berbagai fungsi dasar dari pribadi. Tes ini adalah tes menggambar dengan suatu seri gambar yang harus dikerjakan oleh testee. yang digambar hanya dipandang dari sudut arti diagnostik, artinya dari nilai ekspresinya dan sifat proyektifnya yang ada pada gambar-gambar itu. Tes Wartegg diciptakan oleh Ehrich Wartegg, seorang psikolog Jerman tahun 1939. Secara lengkap tes ini harus disebut tes menggambar Tes Menggambar Wartegg. Ciri Tes Wartegg yang pertama adalah tugas sampai taraf tertentu tidak berstruktur sehingga si subjek bebas sekali dalam memenuhi tugas. Jadi ada banyak kemungkinan bagi hasil yang individuil. Yang kedua, adalah testing tersamar (disguised testing) dengan kata lain si subjek tidak menginsafi bagaimana jawabannya atau hasil tugasnya akan ditafsirkan. Ciri yang ketiga adalah pendapatan global (global approach) artinya kepribadian diperiksa sebagai keseluruhan. Tes Wartegg merupakan tes ekspresi yang dapat untuk mengungkap data-data mengenai struktur kepribadian seseorang yaitu; 1. Emotion (Emosi) ; outgoing (terbuka), seclusive (tertutup) 2. Imagination (Imajinasi) ; combinative (kombinasi), creative (kreatif) 3. Intelect (intelegensi) ; practical (praktis), speculative (spekulatif) 4. Activity (aktivitas) ; dinamic (dinamis), controlled (terawasi) c. Thematic Apperception Test (TAT) TAT merupakan singkatan dari Thematic Appreciation Test. TAT adalah sebuah test yang dilakukan untuk mengetahui kognitif atau gambaran kepribadian secara umum dari seorang. Dan yang diteliti di sini, adalah pengukuran yang dibutuhkan dalam sebuah pemberian nilai dari test ini. Dengan berbagai macam perhitungan, kita bisa mengetahui alat ukur yang digunakan untuk menghitung, bahkan mampu menarik sebuah kesimpulan, dalam menentukan kepribadian dan kognitif seseorang secara umum. Metode dengan menggunakan dengan kartu bergambar seukuran 4 X 6 inchi. Diberikan masing – masing, pria dan wanita, 5 jenis kartu yang berbeda dan 1 kartu kosong. Partisipan berjumlah 1619 yang diambil secara acak dari 2460 inteviewee. Mereka akan diberikan waktu untuk menceritakan arti kartu bergambar tersebut, secara lisan, detail dengan emosi yang mendalam (mendramatisir). Hasilnya, berdasarkan deskriptif statistik, menunjukkan alat ukur yang digunakan, mampu menunjukkan skor yang tinggi. Ini berarti penggunaan TAT dengan pengukuran untuk menhitung angka jumlah berkorelasi dengan baik. Kepribadian secara umum dapat terlihat sesuai data yang ada. TAT diciptakan oleh seorang psikolog dari Harvard bernama Morgan dan Murray dan TAT yang lazim dilakukan kepada orang-orang terdiri dari setumpuk kartu bergambar, yang mengandung ekspresi-ekspresi yang kuat. Kartu TAT ini juga di kategorikan berdasarkan gender, B untuk boys, G untuk girls dan M-F untuk male and female, yakni untuk kedua jenis. d. The Draw a Person Test (Tes DAW) Tes ini mengharuskan anda untuk menggambar sesorang, unuk kemudian anda deskripsikan usia, jenis kelamin dan aktifitas orang tersebut. Tes ini dipergunakan untuk mengatahui tanggung jawab, kepercayaan diri, kestabilan dan ketahanan kerja. Tipsnya: • Gambarlah orang tersebut secara utuh mulai dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, termasuk detil muka seperti mata, hidung, mulut dan telinga. • Gambarlah orang tersebut dalam keadaan sedang melakukan aktifitas, misalnya pak tani sedang membawa cangkul, eksekutif muda sedang menenteng koper dsb. e. Tes Asosiasi Kata Dari sebuah daftar kata-kata, satu demi satu ditunjukkan kepada anak (testee). Kemudian testee disuruh mengatakan atau menulis kata-kata atau pengertian yang muncul pertama kali dalam kesadarannya. Misalnya, dari kata “ujian”, ditulis atau dijawab oleh testee kejam, maka dari jawaban ini dapat diambil kesimpulan, bahwa testee menganggap ujian itu hal yang menentukan nasibnya. f. Sentence or Story Completion Test Dalam tes ini sebagai perangsangnya adalah kalimat atau cerita. Testee dipertunjukkan sebagian dari kalimat atau sebagian dari cerita. Kemudian diminta untuk menyempurnakan kalimat atau berita tersebut. IV. PENUTUP Tes kepribadian (personality test) adalah sebuah tes psikologi yang meneliti jenis dan karakter kepribadian seseorang dalam berbagai aspek, termasuk aspek kognitif dan aspek emosi. Secara garis besar, ada dua jenis tes kepribadian yang populer saat ini. Yaitu tes kepribadian proyektif dan tes kepribadian non-proyektif. Tes kepribadian sebenarnya bukan penilaian yang terpisah-pisah dari masing-masing aspeknya, melainkan penilaian terhadap semua sifat atau aspek kpribadian yang merupakan totalitas seseorang yang bersifat individuil yang memberi kemungknan untuk memperbedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi lainnya. DAFTAR PUSTAKA http://atpsikologi.blogspot.com/2010/02/pengukuran-kepribadian.html http://dibukamata.blogspot.com/2009/09/tips-menghadapi-psikotest-disertai.html http://investigacionenpsicologiaforense.blogspot.com/2007/05/el-tat-test-de-apercepcin-temtica-y-sus.html. Kartono, Dr. Kartini, Teori Kepribadian, Bandung: Mandar Maju, 2005 Ratna. Subandi M.A., Wulan. Tes Rorschach Administrasi Dan Skoring. Yogyakarta:Fakultas Psikologi Unifersitas Gadjah Mada. 2004. Hal 34 Wibowo, Drs. Mungin Edi, Tehnik Bimbingan dan Konseling, Semarang: IKIP, 1984

ANALISIS KEBIJAKAN DALAM NIKAH SIRRI

ANALISIS KEBIJAKAN DALAM NIKAH SIRRI MAKALAH DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH: Studi Kebijakan Dakwah DOSEN PENGAMPU : Mrs. Suprihatiningsih, S. Ag, M. Si. DISUSUN OLEH : NORMA KHOIRUNNISA’ (091111042) NUR SYAFITRI RAMADHANI (091111043) SITI KURNIASIH (091111051) SRI MUNARSIH (091111053) SUHARTATIK (091111054) JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKUTAS DAKWAH INSTITUT AGA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011 I. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu perilaku makhluk ciptaan Tuhan yang bertujuan untuk berkembang biak dan meneruskan keturunan. Perkawinan tidak hanya terjadi pada manusia, namun jika terjadi pada hewan dan tumbuh-tumbuhan. Pada manusia perkawinan merupakan salah satu budaya yang peraturannya mengikuti perkembangan budaya manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pelaksanaannya, pengaturan pernikahan yang berlaku pada suatu masyarakat atau suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh agama dan adat istiadat setempat dimana masyarakat itu berada. Ada yang hanya menggunakan hokum agama, tetapi ada pula yang menggabungkan antara hokum agama dan adat istiadat masyarakat setempat. Seperti yang terjadi didalam hokum perkawinan Indonesia, bukan saja dipengaruhi oleh adat-istiadat masyarakat setempat, tetapi juga oleh ajaran agama (Hindu, Budha, Islam, dan Kristen). Hal itu berakibat pada perbedaan tata cara perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku.Walaupun bangsa Indonesia kini telah memiliki hokum perkawinan nasional sebagai aturan pokok, kenyataanya dikalangan masyarakat Indonesia berlaku tata cara perkawinan yang berbeda-beda. Untuk itu, didalam makalah ini akan diuraikan beberapa konsep tentang perkawinan ditinjau dari berbagai perspektif. II. PERMASALAHAN a. Apakah hakekat nikah sirri? b. Apa kebijakan tentang pernikahan yang pernah atau sedang diambil pemerintah? c. Seberapa bermakna hasil dari sebuah kebijakan tentang pernikahan untuk menyelesaikan permasalahan nikah sirri? d. Apakah aternatif kebijakan untuk menjawab permasalahan itu? e. Hasil apakah yang dapat diharapkan dari permasalahan nikah sirri? III. PEMBAHASAN A. Hakekat Nikah Sirri Pengertian nikah sirri Sirri itu artinya rahasia, jadi nikah sirri adalah nikah yang dirahasiakan, dirahasiakan karena takut dan malu diketahui umum. Padahal nikah itu harus dimaklumatkan, diumumkan, diketahui oleh orang banyak supaya menghilangkan fitnah, menjaga nama baik dan kehormatan. Macam-macam nikah sirri Pertama, nikah yang dilakukan tanpa adanya wali. Pernikahan seperti ini jelas hanya bahwa pernikahan yang dilakukan tanpa wali adalah tidak sah. sebab wali merupakan rukun sahnya pernikahhan. Kedua, adalah pernikahan yang dilakukan tanpa dicatatkan oleh petugas PPN yang ada dibawah wewenang KUA. Pernikahan seperti ini menurut agama hukumnya sah akan tetapi dari segi hukum formal atau undang-undang bahwa pernikahan tersebut tidak sah. Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah satu bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’i (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia jadikan sebagai alat bukti dihadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, dan lain sebagainya. Nikah yang disembunyikan atau sirri juga bertentangan dengan hadits Nabi yang berbunyi: وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَبَارَكَ اللهَ لَكَ أوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ Artinya: “adakanlah pesta perkawinan, sekalipun hanya dengan hidangan kambing.” Perkawinan yang sah sesuai hukum islam yang disembunyikan dari khalayak ramai memang tidak layak untuk dilakukan. mengapa hal ini juga dapat terjadi? Pertama, mungkin disebabkan oleh ketatnya syarat-syarat poligami yang harus dipenuhi oleh suami. Kedua, perkawinan sah yang disembunyikan dari khalayak ramai, mungkin dilakukan bukan dalam rangka poligami, tetapi dilakukan oleh orang-orang tertentu yang terkait dengan perjanjian tertentu dibidang pekerjaannya yang mengharuskan ia tidak melakukan atau menunda perkawinan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, perkawinan sah yang disembunyikan dari khalayak ramai mungkin dilakukan dalam rangka kawin gantung yang dikenal dalam masyarakat indonesia sejak dulu kala, meskipun saat ini sudah sangat jarang terdengar. B. Kebijakan Pemerintah dalam UU Perkawinan Sebelum berlakunya UU nomor 1 tahun 1974, Indonesia menggunakan berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warga negara dan daerah. Keragaman golongan dan daerah ini tercermin dalam UU Perkawinan oleh Negara pada pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perkawinan adalah jika yang telah dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Undang-undang perkawinan memberikan konsep tentang pengertian perkawinan yang diatur dalam pasal 1 yang berbunyi “Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pasal 1 UU no 22 Tahun1946 menentukan dalam ayat (1) Bahwa “nikah yang dilakukan menurut agama Islam selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh pegawai pencatat nikah yang diangkat oleh mentri agama atau oleh pegawai yang ditunjuk”. Ayat (2) “menentukan yang berhak melakukan pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya pegawai yang diangkat oleh menteri agama atau oleh pegawai yang ditunjuk olehnya”. RUU Perkawinan Tahun 1973 merumuskan sahnya perkawinan dalam pasal 2 ayat 1 sebagai berikut: “ Perkawinan adalah sah apabila dilakukan di hadapan pegawai pencatat perwakilan, dicatatkan dalam daftar pencatatan perkawinan oleh pegawai tersebut dan dilangsungkan menurut ketentuan undang-undang ini dan /atau ketentuan hukum perkawinan pihak-pihak yang melakukan perkawinan, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.” C. Makna UU Perkawinan dalam Permasalahan Nikah Sirri Berkenaan dengan telah berlakunya UU pasal 2 ayat 2, maka hanya ada satu peraturan perkawinan yang berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia, tanpa memperhatikan golongan dan daerah. Walaupun demikian, dalam pelaksanaannya memperlihatkan masarakat belum sepenuhnya terbebas dari pengaruh kebiasaan yang telah berlangsung selama itu yaitu kebiasaan yang tidak tertulis dala bentuk perundang-undangan Negara. Rumusan UU perkawinan pasal 1 menunjukkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mengandung arti bahwa kedua orang yang berlainan jenis tersebut telah terikat baik secara lahir maupun batin, sehingga mereka disebut sebagai suami istri. Undang-Undang perkawinan pasal 1 tersebut juga merumuskan bahwa ikatan suami-istri berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan tersebut menunjukkan bahwa perkawinan merupakan ikatan suci sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianut oleh pasangan suami-istri, sehingga perkawinan juga disebut sebagai lembaga yang sakral. Selain itu, pasal 1 juga menyebutkan bahwa tujuan perkawinan sebagai suami-istri adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini memberi pengertian bahwa perkawinan dilaksanakan untuk dapat rumah tangga yang bahagia, rukun, aman dan harmonis serta saling pengertian sampai waktu memisahkan mereka atau keduanya telah meninggal dunia. Pada pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang perkawinan tersebut mengemukakan bahwa suatu perkawinan dianggap sah jika telah memenuhi ketentuan menurut hukum agama dan kepercayaan yang dianut suami maupun istri. Perkawinan perlu dicatat oleh PPN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ramulyo pencatatan setiap perkawinan sama halnya dengan pencatatan suatu peristiwa hukum dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran dan kematian yang dinyatakan dalam daftar pencatatan yang disediakan khusus untuk itu, dengan maksud untuk memperoleh kepastian hukum. Dengan demikian, perkawinan akan dinyatakan sah secara hokum apabila telah dilakukan sesuai dengan hokum agama dan Negara melalui pencatatan. Pencatatan perkawinan bagi pasangan yang akan melangsungkan pernikahan harus melalui instansi. Ada dua instansi yang menangani pencatatan perkawinan, yaitu KUA bagi yang beragama Islam dan KCS bagi yang bukan beragama Islam. D. Alternatif Kebijakan Pemerintah dalam Menjawab Permasalahan Nikah Sirri Pemerintah telah mengeluarkan kebijakannya untuk mengetahui ketentuan pelanggaran pelaksanaan akad nikah yang dilakukan orang Islam di Indonesia ditentukan dalam pasal 3 ayat 1 No 22 Tahun 1946: “Barang siapa yang melakukan akad nikah dengan seorang perempuan tidak dibawah pengawasan pegawai yang dimaksudkan dalam ayat 2 pasal 1 atau wakilnya dihukum denda sebanyak-banyaknya Rp50,00 (Lima puluh Rupiah). Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan perkawinan memang harus dilakukan di hadapan pegawai pencatat penikahan. Barang siapa (seorang laki-laki) yang melakukan akad nikah dengan seorang perempuan tidak dibawah pengawasan pegawai, maka ia dikenakan hukuman denda paling banyak Rp50,00 (Lima Puluh Rupiah). Dalam ketentuan tersebut jelas yang dikenakan hukuman denda adalah suami. Berkaitan dengan sanksi, dalam peraturan pemerintah No 9 Tahun 1975 sebagai pelaksanaan Undang –Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, memuat sanksi bagi yang melanggar ketentuan pendaftaran atau pencatatan perkawinan adalah sebagai berikut : 1. Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur mengenai pendaftaran atau pencatatan dalam perkawinan, maka dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp7.500,00 2. Pegawai pencatat pernikahan yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp7.500,00 Hukuman denda paling banyak Rp50,00 pada tahun 1964 dan Rp7.500,00 pada tahun 1974 dapat ditetapkan sebagai hukuman administrasi, sebagaimana ditentukan dalam pasal 90 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang menentukan administrasi paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). E. Sebuah Harapan dalam Permasalahan Nikah Sirri Majelis Ulama Indonesia diharapkankan dapat menyatakan bahwa nikah sirri belum merupakan pernikahan yang sah karena belum dicatatkan ke KUA yaitu catatan secara resmi berdasar peraturan Negara. Selain itu organisasi-organisasi perempuan diharapkan dapat melakukan pendataan tentang perempuan yang melakukan nikah sirri, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kerugian akibat dari nikah sirri. Dengan demikian pemerintah dapat memperoleh data yang dapat dijadikan dasar kebijakan terutama perlindungan terhadap perempuan, misalnya melakukan nikah ulang di hadapan petugas tang berwenang dari KUA. Selain itu dapat dilakukan advokasi kampanye “Anti Nikah Sirri” yang ditujukan kepada semua pihak antara lain pihak dari kalangan atas maupun kalangan bawah, dari yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan. Dengan demikan, tujuan pengarusutamaan gender diharapkan dapat mempersempit, bahkan menidakan pelaksanaan nikah sirri yang pada gilirannya akan mengakibatkan kesenjangan gender, baik dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Upaya lain dapat dilakukan dengan pelatihan kepekaan gender, khususnya terhadap semua tokoh agama Islam terutama pada kyai atau modin, karena mereka sangat berperan alam pelaksanaan nikah sirri. Saran ini dianggap penting mengingat nikah sirri sudah tidak sesuai lagi bagi masyarakat Islam, khusunya tentang keadilan laki-laki dan perempuan yang dinyatakan bahwa diantara keduanya hanya dibedakan amal ibadahnya dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Selain itu, nikah sirri tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mengharuskan umatnya tidak saja patuh terhadap Allah dan Rasul, tetapi juga harus patuh kepada ulil amri yaitu pemerintah yang sah. IV. PENUTUP Nikah sirri ditinjau maksud dan tujuannya suatu pernikahan berdasarkan UU Perkawinan dan Peraturan dalam Islam, maka sebenarnya nikah sirri tidak memenuhi maksud dan tujuan dari suatu pernikahan. Banyak permasalahan yang timbul pada nikah sirri terutama bagi perempuan, karena tidak memiliki kekuatan hukum untuk mendapatkan kekuatan hukum untuk mendapatkan perlindungan apabila suami memperlakukannya sewenang-wenang. DAFTAR PUSTAKA Djubaidah, Neng, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat, Jakarta: Sinar Grafika, 2010 Ramulyo, Moh. Idris, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1999 Setiawati, Effi, Nikah Sirri Tersesat Di Jalan yang Benar?, Bandung: Eja Insani, 2005 Zuhdi, Masjfuk, Nikah Sirri, Nikah Di Bawah Tangan, dan Status Anaknya Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif dalam Mimbar Hukum, Jakarta: Al-Hikmah, 1996

Contoh Assesment Psi Klinis

ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS PAPER DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS Mata Kuliah : Psikologi Kesehatan Dosen Pengampu : Mrs. Wening Wihartati, S.Psi, M.Si. DISUSUN OLEH: NUR SYAFITRI RAMADHANI (091111043) JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011 I. PENDAHULUAN Asesmen psikologi adalah metode untuk mengidentifikasi kesamaan atau perbedaan individu berdasarkan karakteristik dan kapasitas personalnya. Asesmen psikologi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah informasi yang komprehensif yang tidak hanya berasal dari hasil tes psikologi akan tetapi juga melalui sumber lainnya seperti wawancara, observasi, atau dokumen pendukung. Meski terkadang sebagian orang awam melihat sebagai dua hal yang setara, asesmen psikologis berbeda dengan pemberian tes. Jika pemberian tes psikologi memuat administrasi prosedur, administrasi, penyekoran dan interpretasi data, maka asesmen psikologis menekankan proses identifikasi informasi individu atau masalah melalui berbagai macam sumber terintegrasi sehingga menampilkan informasi yang mendalam dan terfokus. Kompetensi dalam melakukan asesmen psikologi, selanjutnya penulis menamakan kompetensi asesmen psikologi, merupakan kompetensi dasar yang dikembangkan pada mahasiswa fakultas psikologi. Pengembangan kompetensi ini ditopang oleh kurikulum pendidikan psikologi yang banyak memuat komponen pengembangan asesmen psikologi. Sejumlah mata kuliah yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan asesmen psikologi, misalnya mata kuliah yang memuat metode asesmen, seperti observasi-wawancara, penyusunan skala psikologi dan psikodiagnostika ataupun mata kuliah yang terkait dengan bidang psikologi tertentu, seperti psikologi klinis, pendidikan maupun perkembangan. Terdapat sebuah konsensus umum bahwa individu yang melakukan asesmen psikologi adalah mereka yang telah menyelesaikan pendidikan dan pelatihan psikologi. Sebagai contoh, kode etik yang diterbitkan oleh APA menunjukkan bahwa psikolog diharapkan memberikan pelayanan, memberikan pembelajaran, serta melaksanakan penelitian sesuai dalam kerangka kompetensi mereka yang didasarkan pada latar belakang pendidikan, pelatihan dan supervisi dari seorang ahli. II. DATA KASUS Identifikasi Data Nama Klien : Dian Purwaniati Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : - Status Perkawinan : Belum Menikah Alamat : Jalan Srikaton Dalam I RT 03 RW V Purwoyoso Semarang Barat Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 9 Februari 1986 Usia : 25 Tahun Agama : ISLAM Pendidikan Terakhir : SLTA Suku Bangsa : Jawa - Indonesia Anak Ke : 3 dari 3 bersaudara Keluhan dan Harapan Klien Klien mengeluh merasakan dadanya sering sakit dan kepalanya sering merasa pusing. Akhir akhir ini gejala tersebut sering dirasakan setelah ia mengundurkan diri dari pekerjaannya sebgai seorang tenaga di sebuah pabrik garment di belakang Mbok Berek sekitar + bulan. Meski telah minum obat, klien merasakan sakitnya tidak berkurang. Hatinya pun sering merasa sakit dan merasa tak tenang jika berada dirumah. Hingga akhirnya klien memutuskan untuk pergi meningglkan rumahnya tanpa pamit sejak Kamis Malam, 15 Desember 2011 dan hingga sekarang belum kembali ke rumah. Klien mulai berkomunikasi dengan Konselor sejak tanggal 20 Desember 2011, hingga saat ini. Harapan klien hanya ingin rasa sakit yang ia rasakan hilang semua dan merasa tenang berada di suatu tempat. Situasi Saat Ini - Tempat Tinggal Klien tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, kakak perempuannya, kakak ipar dan 2 keponakannya. Situasi di rumah klien pasca kepergian klien dari rumah terlihat seperti biasanya, hanya saja yang berbeda adalah keadaan ibu klien yang sangat sedih, tidak mau makan, dan sangat memikirkan anaknya yang tak kunjung pulang. - Kegiatan Harian Klien Setelah klien mengundurkan diri dari pekerjaannya, keseharian klien hanya di rumah dan terkadang mencari lowongan pekerjaan. Kegiatan harian klien di rumah hanya menyapu dan mengisi botol air minum. Kemudian klien ini hoby smsan dan telfon-telfonan yang tak mengenal waktu. Dan klien tetap menjalankan ibadah sebagai seorang muslimah (sholat). Dan klien adalah salah satu orang dalam keluarga itu yang rajin sholat dan sering pergi ke Mushola. - Perubahan Dalam Hidup Klien Yang Terjadi Dalam 1 Bulan Dilihat klien yang hoby smsan dan telfon-telfonan ternyata membuat kedua orang tua, serta kakak perempuan dari klien bertanya-tanya “dengan siapa sebenrnya klien tersebut berkomunikasi?” setelah mereka menanyakan hal tersebut, ternyata klien tidak menjawab dengan jujur. Klien hanya menjawab bahwa itu hanya temannya. Dari tingkah laku seperti itu ternyata membuat ayah dan kakaknya geram dan akhirnya sering marah-marah pada klien, berbicara kasar dan bahkan sering mengusir klien dari rumah. Pernah suatu hari dalam satu bulan itu ayah dari klien sempat membanting HP klien karena klien sering smsan. Namun, posisi saat itu klien memang dalam waktu senggangnya dan sudah menyelesikan tugas runah yang merupakan tanggung jawabnya. Lalu klien sempat minta maaf dan bersujud dikaki ayahnya. Namun, ayahnya tidak memaafkan dan mengatakan lebih baik klien pergi dari rumah. Kemudian dalam keseharianya kakak klien selalu menyuruh nyuruh klien dengan tidak wajar (membentak-bentak, seperti bicara pada pembantu) padahal dia dia berkata dengan adiknya sendiri. Hingga anak dari kakaknya sering berkata kasar dengan klien. Deskripsi Tentang Kejadian Klien ini jarang mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Dan fitrahnya sebagai wanita, klien ini juga ingin merasa dicintai oleh seorang lelaki. Seringkali klien ini mencintai beberapa laki-laki, namun sering juga cintanya tak berbalas. Hingga suatu saat ada seorang laki-laki yang mencintai klien ini dan sebaliknya. Namun, lelaki yang mencintainya tidak mempunyai asal-usul yang jelas, tidak mempunyai pekerjaan, mempunyai cacat di sekitar matanya, dan termasuk anak brandalan yang sering mangkal di kawasan. Mengetahui hal ini ayah dan kakak perempuan klien tidak menyetujui hubungan mereka. Kemudian klien diminta ayahnya untuk mengajak laki-laki tersebut berkunjung ke rumah. Setelah laki-laki itu datang ke rumah klien, ayah klien langsung menyambut dengan pertanyaan yang sempat membuat laki-laki itu tersinggung. Hal itu pun membuat klien sakit hati dan tidak pernah bercerita apapun kepada semua orang di rumahnya. Seperti halnya sikap klien yang sering berkomunikasi dengan HP pada seseorang, satu keluarga tidak ada yang mengetahui siapa lawan bicara klien. Hal ini membuat geram ayah dan kakak perepuannya sehingga sering sekali mengeluarkan kata kasar pada klien dan sering pula mengusir klien dari rumah. Hingga klien memutuskan untuk pegi dari rumah dan tidak mau kembali ke rumah lagi. Kelahiran dan Perkembangan Kelahiran klien sebenarnya tidak diharapkan oleh kedua orang tuanya, dikarenakan orang tua klien sudah merasa cukup mempunyai 2 orang anak, laki-laki dan perempuan. Berbagai macam obat diminum oleh ibu klien agar janin yang ada dalam kandungannya gugur. Namun sebaliknya, janin itu menjadi seorang anak, yaitu klien. Karena obat yang dikonsumsi tidak baik untuk perkembangan janin, akhirnya klien ini sangat lama untuk berfikir dan sangat sulit untuk menerima pelajaran. Kemudian dari lingkungan keluarga klien juga kurang mendidik klien sehingga perkembangan otak klien tidak stabil. Ketika ia menginjak Sekolah Dasar, IQnya hanya mencapai taraf bodoh/bebal hingga ia harus menyelesaikan SD 9 tahun. Pendidikan dan Pekerjaan - Riwayat Pendidikan klien: SDN Kembangarum 04-05 tahun ajaran 1993 – 2002 SLTP Dian Kartika tahun ajaran 2002 – 2005 SLTA Dian Kartika tahun ajaran 2005 – 2008 - Pekerjaan : Pertama kali, klien bekerja di pabrik tepung pada tahun 2010 silam. Ia bekerja sebagai pembungkus tepung dan membersihkan tempat kerjanya. Pendapatan setiap bulannya + Rp600.000. Namun, hanya setengah tahun bertahan, klien masuk dalam pengurangan karyawan dan mau tidak mau harus keluar dari pabrik tersebut. Tidak lama kemudian klien mengambil kursus menjahit selama + 3 bulan. Setelah itu mencoba melamar di pabrik garment dan diterima. di pabrik ini klien merasa bahwa uang yang diterima tidak sesuai dengan janji yang diberikan oleh pihak personalia pabrik tersebut. Selama 4 bulan klien lembur secara terus menerus hingga jam 12 malam, namun tidak penah sepeser pun menerima upah lembur. Dan akhirnya klien ini mengundurkan diri dari pekerjaannya. III. TEORI PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN Ada 6 pendekatan kontemporer dalam psikologi: Tingkah laku, psikodinamik, kognitif, ilmu saraf perilaku, psikologi evolusioner, dan sosiokultural. Pengetahuan akan pendekatan-pendekatan ini sangat penting, karena banyak debat-debat dan kontoversi dalam ilmu psikologi mencerminkan perbedaan dalam perspektif para peneliti. Ketika anda memandang 6 pendekatan ini dan bagaimana mereka dapat mencerahkan pemikiran dan kelakuan manusia, simpan 3 ide ini dalam pikiran : 1. Meskipun psikologi terkadang dapat kelihatan terfokus pada individual, umat manusia sangat bersifat social. Mereka membutuhkan orang lain untu memuaskan keinginan serta kebutuhan mereka. Orang tua, guru, rekan-rekan, teman-teman dan sahabat dalam hubungan dekat memainkan peranan penting dalam kehidupan hubungan social kita. 2. Teori-teori dapat menolong kita untuk memahami kelakuan manusia pada umumnya, tetapi masih ada variasi individu yang besar. Tidak ada 2 kehidupan yang berjalan dengan cara yang sama. Teman kelas, orang tua dan anak-anak, guru dan murid, sahabat dan cinta seterusnya menemukan perbedaan mereka. Campuran gen-gen serta pengalaman anda tidak bisa diduplikasi. 3. Ingatlah selalu bahwa satu pendekatan tidak perlu lebih baik dari yang lain. Beberapa pendekatan lebih berguna dalam beberapa situasi dan pada waktu tertentu dalam perkembangan bidang ini.  Pendekatan kelakuan Pendekatan kelakuan menekankan pada stdi ilmiah mengenai respon kelakuan yang dapat diamati dan penentu-penentu lingungan mereka. dengan kata lain pendeatan kelakuan terfokus pada interaksi dengan lingkungan yang dapat dilihat dan diukur.  Pendekatan psikodinamik. Pendekatan psikodinamik menekankan pada pemikiran bawah sadar, konflik antara insting biologi dan permintaan social dan pengalaman keluarga mula-mula. Pendekatan ini menyatakan bahwa insting biologi yang tidak dipelajari, terutama seksualitas dan impuls keagresifan, mempengaruhi cara seseorang berpikir.  Pendekatan kognitif Teori kognitif social menekankan bahwa kelakuan bukan hanya ditentukan oleh kondisi lingkungan tetapi juga oleh bagaimana pemikiran-pemikiran memodiifikasi pengaruh lingkungan pada kelakuan Memfokuskan pada proses mental yang terlibat dalam pengetahuan : bagaimana kita melangsungan perhatian kita, melihat, mengingat, berpikir dan menyelesaikan masalah.  Pendekatan ilmu saraf kelakuan Menekankan bahwa otak dan system saraf adalah Menekankan bahwa otak dan system saraf adalah hal sentral untuk memahami kelakuan, pemikiran, dan emosi. Ahli ilmu saraf percaya bahwa pemikiran dan emosi memiliki dasar fisik di dalam otak.  Pendekatan Psikologi Evolusioner Pendekatan psikologi evolusioner menekankan pada pentingnya tujuan fungsional dan daptasi dalam menjelaskan mengapa kelaakuan terbentuk, termodifikasi dan bertahan. David Buss menyatakan bahwa hanya sebuah evolusi yang membentuk fitur-fitur fisik kita seperti bentuk tubuh dan tinggi. Evolusi juga secara tidak langsung mempengaruhi bagaimana kita mengambil keputusan, seberapa agresif kita , ketakutan kita, dan pola perkawinan kita.  Pendekatan sosiokultural Pendekatan sosiokultural menjelaskan sebuah cara dimana masyaraat dan budaya lingkungan mempengaruhi kelakuan. Pendekatan sosiokulltural menyatakan bahwa pemahaman penuh dari tingkah laku seseorang membutuhkan pengetahuan tentang konteks lingkungan dimana kelakuan terjadi. Dari keenam pendekatan diatas konselor memilih pendekatan sosio-kultural. Pendekatan sosiokultural menjelaskan sebuah cara dimana masyaraat dan budaya lingkungan mempengaruhi kelakuan. Pendekatan sosiokulltural menyatakan bahwa pemahaman penuh dari tingkah laku seseorang membutuhkan pengetahuan tentang konteks lingkungan dimana kelakuan terjadi. Pendekatan sosio-kultural adalah suatu cara pandang yang menekankan pada pengamatan perilaku sosial dari suatu masyarakat lokal. Hal ini dirasa tepat dilakukan mengingat masyarakat indonesia dalam pengambilan keputusan mengkonsumsi tidak didasari semata-mata oleh pertimbangan pribadi sebagai seorang individu yang independen berdiri sendiri, akan tetapi besar dipengaruhi oleh berbagai faktor budaya dan sosial di mana ia tinggal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan sosio-kultural ini berusaha memotret struktur masyarakat lokal melalui pengamatan berbagai individu yang merupakan bagian atau anggota dari suatu masyarakat lokal. Pendekatan sosial-kultural beranggapan bahwa tingkah laku abnormal disebabkan bukan oleh faktor-faktor dalam diri pribadi individu, tetapi oleh keadaan lingkungan, khususnya lingkungan sosial dan kultural, diantaranya adalah: 1. Dukungan sosial tidak ada 2. Sebutan (labelling) IV. PROBLEM SOLVING Data kasus yang didapat menggambarkan bahwa kondisi orang di sekitar klien yang harus dibenahi terlebih dahulu. Dimulai dari sosok ayah, kakak perempuannya, dan anggota keluarga yang lain. Awalnya konselor mengkomunikasikan dengan klien, mencoba memotivasikan klien, mengajak klien untuk intropeksi diri dan membangun semangat klien agar tidak down. Kemudian klien diminta untuk mengingat sisi baik di setiap diri anggota keluarganya. Namun ternyata klien hanya mampu melihat sisi kebaikan ibunya saja ketika mengingat selain ibunya (ayah dan kakak perempuanya), klien justru semakin mengingat kejahatan yang mereka perbuat dan dadanya semakin sakit Akhirnya klien diminta menenangkan diri dan tetap menghubungi ibunya karena pada saat ini klien tidak bersama ibu dan ayah klien. Ayah klien awalnya tidak mau mengakui kekerasannya, namun akhirnya mau meminta maaf dengan klien. Begitu pula kakak perempuanya . Namun klien masih belum bisa untuk memaafkan karena masih merasakan sakit hati konselor memotivasi terus menerus, selalu mengingatkan akan Tuhan yang memberi hidup, dan selalu mengajak berkomunikasi. Akhirnya klien mau kembali pulang ke rumahnya setelah tahun baru ini. V. PENUTUP Anak adalah anugrah dari Tuhan YME yang harus dirawat, diasuh dan dibimbing dengan baik. Anak seusia berapa pun tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Segala masalah yang ada dalam keluarga akan menjadi ringan dan cepat terselesaikan jika komunikasi antar anggota keluarga lancar dan baik, antar anggota keluarga saling memahami dan menghargai serta saling membantu yang lemah. Dilihat dari kasus ini, klien yang merasakan sakit di dadanya serta kepala yang sering pusing berawal dari seringnya memendam rasa sakit hati. Obat dari sakitnya adalah mengobati sakit hatinya lebih dahulu, kemudian harus lebih bersabar dan memandang dari sisi positif saja. Obat ini hadir dalam diri klien sendiri dan juga dukungan dari lingkungan klien. Selain itu, klien harus bisa lebih terbuka dengan orang lain yang bisa diajak share dengan baik agar klien tidak memikirkan masalahnya sendiri untuk mencari jalan keluar. Hal ini akan mengurangi sakit kepala yang klien derita. Pergi dari rumah atau lari dari sebuah masalah untuk mencari ketenangan bukanlah jalan yang terbaik. Jalan terbaiknya ada dalam komunikasi.

Makalah Psikosomatis

PSIKOSOMATIS I. PENDAHULUAN Penyakit Psikosomatis (yang sekarang lebih dikenal sebagai penyakit Psikofisiologis), merupakan penyakit fisik yang gejalanya disebabkan oleh proses mental dari penderitanya. Jika dalam sebuah pemeriksaan medis, tidak ditemukan penyebab fisik atas gejala-gejala yang muncul, atau jika penyakit ini muncul sebagai akibat dari kondisi emosional, seperti kemarahan, depresi, rasa bersalah, maka penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai penyakit psikosomatis. Psikosomatis disebabkan oleh berbagai masalah dalam pikiran seseorang yang memicu reaksi emosionalnya. Ketika, misalnya, seseorang merasa tertekan, stress, dan kacau, maka tubuh akan bereaksi terhadap pikirannya ini. Rata-rata reaksi tubuh terhadap pikiran yang tertekan dan/atau stress adalah dengan meningkatnya asam lambung (sehingga memicu sakit ”maag”), munculnya gejala ketombe di kepala, adanya gatal-gatal disekitar kulit di sekujur tubuh, atau rasa mual-mual yang berkala, semua itu biasanya disebabkan karena sebuah beban di dalam pikiran. Beban pikiran ini seringkali menjadi sebuah ”bibit” untuk penyakit psikosomatis, karena bila tidak segera ditanggapi (baik diselesaikan, diiklaskan, dll), maka beban pikiran tersebut akan semakin kuat berada di pikiran bawah sadar, yang perlahan-lahan mulai menunjukkan gejala-gejala sakit secara fisik. II. PERMASALAHAN a. Apakah yang dimaksud dengan psikosomatis? b. Apa saja penyebab dari psikosomatis? c. Bagaimana terapi untuk menyembuhkan psikosomatis? III. PEMBAHASAN A. Pengertian Psikosomatis Sesungguhnya Ilmu Psikosomatis adalah suatu konsepsi yang terbaru dalam Ilmu Kedokteran di dunia Barat, baru ditemukan 30 tahun lebih dan di Indonesia didirikan mulai tahun 1957. Istilah psikosomatis terdiri dari dua kata, yaitu psiko yang berarti jiwa dan soma yang berarti badan. Gangguan psikosomatis atau somatisasi adalah gangguan psikis yang menyebabkan gangguan fisik. Pendek kata, psikosomatik adalah penyakit fisik yang disebabkan oleh pikiran negatif dan/atau masalah emosi. Masalah emosi itu antara lain rasa berdosa, merasa punya penyakit, stress, depresi, kecewa, kecemasan atau masalah emosi negatif lainnya. Gangguan ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak-anak pun bisa mengalaminya. Jadi psikosomatik artinya penyakit-penyakit badan yang timbul dari keluhan jiwa. Misalnya: orang yang merasa takut terkadang-kadang menimbulkan penyakit buang air besar. B. Faktor Dan Penyebab Psikosomatis Di bagian psikosomatik ini lebih dulu dilakukan pemeriksaan yang teliti tentang phycic penderita, bahkan dikirim juga ke bagian rontgen. Ternyata hasil pemeriksaan dari rontgen itu negatif atau tidak apa-apa. Maka sesudah itu penderita dilakukan pemeriksaan sejarah hidupnya dari kecil sampai dewasa. Ternyata bahwa sejarah hidupnya dari masa kecil penuh dengan keluhan jiwa, susah gelisah, sedih, jengkel dan lain-lain. Dan itulah selaku faktor predisposisi. Maka waktu dewasanya menderita penyakit kepala pusing, nafas sesak, jantung berdebar, perut terasa mual, dan itulah yang disebut faktor presipitisi. David Cheek M.D., dan Leslie LeCron dalam bukunya 'Clinical Hypnotherapy(1968)' , terdapat 7 hal yang bisa mengakibatkan penyakit psikosomatis : 1. Internal Conflict : konflik diri yang melibatkan minimal 2 parts. 2. Organ Language : bahasa yang digunakan seseorang dalam mengungkapkan perasaanya. 3. Motivation/Secondary Gain : Keuntungan yang dapat diterima dari seseorang dengan penyakit fisiknya, misalnya perhatian dari orang tua, suami, istri, atau lingkungannya, atau menghindari tanggung jawab tertentu. 4. Past Experience : Pengalaman masa lalu yang bersifat traumatik yang mengakibatkan emosi yang intens dalam diri seseorang. 5. Identification : Penyakit muncul karena mengidentifikasi seseorang yang dianggap memiliki otoritas atau figur. Klien akan mengalami sakit seperti yang dialami figur otoritas itu. 6. Self Punishment : pikiran bawah sadar membuat klien sakit karena klien punya perasaan bersalah akibat dari melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan nilai hidup yang klien pegang. 7. Imprint : Program pikiran yang masuk ke pikiran bawah sadar klien saat mengalami emosi yang intens. Contohnya orang tua yang mengatakan,"Jangan sampai kehujanan, nanti kamu bisa flu." C. Terapi yang Digunakan Untuk Mengatasi Psikosomatis Tebetts mengatakan ada 4 langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit psikosomatis dan mengatasi simtomnya dengan teknik uncovering : 1. Memori yang menyebabkan munculnya simtom harus dimunculkan dan dibawa ke pikiran sadar untuk diketahui. 2. Perasaan atau emosi yang berhubungan dengan memori ini harus kembali dialami dan dirasakan oleh klien. 3. Menemukan hubungan antara simtom dan memori. 4. Harus terjadi pembelajaran pada secara emosi atau pada level pikiran bawah sadar, sehingga membuat seseorang membuat keputusan di masa depan, yang mana keputusannya tidak dipengaruhi lagi oleh materi yang tertekan (repressed content) di pikiran bawah sadar klien. IV. PENUTUP Pada saat alasan terciptanya penyakit psikosomatis ini dihilangkan, maka pikiran bawah sadar tidak mempunyai alasan lagi untuk memunculkan penyakit ini di masa mendatang. Penyakit psikosomatis memang sederhana, tetapi butuh suatu tindakan yang tidak mudah untuk menyelesaikan penyakit psikosomatis, terutama untuk menggali penyebab sebenarnya, karena itu adalah salah satu kunci utama dalam menyelesaikan masalah ini. Setelah penyebabnya dapat dikenali, maka tindakan berikutnya sedikit lebih sederhana, yaitu membangun basis kenyamanan dalam diri penderita psikosomatis ini terhadap kondisi dan masalah yang menjadi penyebabnya tersebut. Dengan kata lain, mengiklaskan apa yang sudah terjadi, dan berusaha untuk mencari solusi ke depannya. DAFTAR PUSTAKA K.H. SS. Djam’an, Islam dan Psikosomatis, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1975 http://hipnotiscenter.com/index.php/pdf/AplikasiManfaat-Hipnotis/apa-itu-psikosomatis.pdf